Tulisan Harian Santri - Hijrah itu sulit ?. kata siapa sulit?. Hijrah dalam Al-Qur'an pun sudah disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 100.
“Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati
 di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. 
Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada 
Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke 
tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. 
Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 100)
Hijrah yaitu berpindah pada yang buruk kesesuatu yang baik. Hijrah dijalan Allah meninggalkan hal-hal yang berbau dosa dalam diri.
Pengertian Hijrah
 
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengartikan kata “hijrah” 
namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi 
diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga 
berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain. Hijrah dengan lisan
 berarti menjauhi perkataan kotor dan keji. Sementara hijrah dengan hati
 berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan.
Makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana 
kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai 
bentuk dan makna. Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang 
terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
- Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti 
firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan 
mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
 
- Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna 
mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman 
Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka 
mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang 
banyak”. (An-Nisa: 100)
 
- Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman 
Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
 
- Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim 
kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 
46)
 
Hakikat Hijrah
 
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw 
seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa 
hakikat hijrah terbagi pada dua bagian, yaitu:
1. Mensucikan diri
Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah,
 
“Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya, 
 
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Muzammil: 10)
Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada 
saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari 
perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa 
seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu.
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada beliau untuk bersabar 
terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk 
penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar 
dari mereka dengan cara yang baik.
Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada 
para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi 
yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal,
 bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, 
dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya 
mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah 
mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi 
tegaknya ajaran Islam.
Kisah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa 
awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para 
pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat 
yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi 
tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.
Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang 
lainnya, menjadi bukti konkret akan perjalanan hijrah mereka dari 
kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu 
pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa 
Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.
Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk 
kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan 
perbuatan.
Hijrah juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus,
 dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan 
diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari 
kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, 
“Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan
 memberi hidayah kepada saya”.
Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada
 kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan 
mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan 
berkata, 
“Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” (Al-Ankabut: 26)
Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki 
kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar 
tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, 
dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan 
cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan 
diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas 
seorang muslim sejati “
yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).
Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu 
komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam 
komunitas tersebut telah rusak. Namun sebaliknya; baiknya suatu 
komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena–dalam rangka 
membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariatNya– 
pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari 
segala kotoran, baik lahir maupun batin merupakan hal yang sangat 
mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi eksternal.
Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat 
hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh 
umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam 
tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari 
diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan 
masyarakat luas
.
2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan 
bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat 
ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari 
suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan 
keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat 
yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan 
syariat Islam tersebut.
Namun, hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan 
terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena 
bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah)
 dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, 
harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak
 ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan 
yang mantap dan keyakinan yang penuh terhadap Allah.
Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun 
siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah 
mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap 
meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah 
dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah 
kelahiran mereka.
Salah satu contoh konkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya
 Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal 
dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah 
yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, 
karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, 
akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, 
dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda 
sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, 
beruntunglah Suhaib!!”
Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai 
jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa 
lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini 
dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
https://wp.me/p4yVLH-pp 
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
https://wp.me/p4yVLH-pp
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
https://wp.me/p4yVLH-pp
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
https://wp.me/p4yVLH-ppv
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
 
 
 
Ujian Orang yang 
berhijrah.
 
Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya,
 namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok 
menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita 
berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam
 ?. Inilah ujian orang yang berhijrah.
Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang  meniti jalan 
hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman :
 
الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ 
لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ 
فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ
 (3)
 
“ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: 
“Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya 
kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya 
Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui 
orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ).
 
Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam 
berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut –
 ikutan saja.
 
Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah
 , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus
 siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang.
 
Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang 
oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus
 kita perbuat ?.
 
Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, 
ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah 
sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk 
mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua 
yang sebenarnya.
 
Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki 
tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu
 orang tua.
 Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
https://wp.me/p4yVLH-p