Tulisan Harian Santri - Hijrah, sebuah kata yang sudah tidak asing lagi didengar telinga
kita. Hampir semua kalangan sering menyebut-nyebut kata ini. Apalagi di
kalangan anak muda, hijrah bagaikan tren yang sedang berkembang dengan
luar biasa pesatnya.
Hijrah dimaknai sebagai perubahan diri ke
arah yang lebih baik. Berubah dari pribadi yang gemar bermaksiat menjadi
pribadi yang lebih taat. Berevolusi dari seseorang yang mengabaikan
syariat menjadi pribadi yang memiliki kesadaran beragama.
Mari
kita tinjau makna hijrah yang sebenarnya. Secara bahasa, hijrah artinya
berpisah dan berpindah dari satu tempat ke tempat lain. Pengertian ini
memiliki dua makna; hijrah fisik dan hijrah maknawi.
Hijrah fisik adalah bentuk hijrah seperti yang dilakukan Rasulullah ﷺ saat berpindah dari Makkah ke Madinah.
Adapun
hijrah maknawi dapat diartikan sebagai perubahan dalam diri seorang
muslim ke arah yang lebih baik. Ia meninggalkan segala bentuk
kemaksiatan dan hal-hal yang Allah benci. Bersegera menuju hal-hal yang
Allah Ta’ala ridhai. Ia menjadi bersemangat mendalami agamanya sendiri
dan menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan.
Ada Apa dengan Hijrah Zaman Now?
Zaman
yang semakin modern, arus teknologi canggih yang semakin deras,
ditambah lagi dengan hantaman ‘industrialisasi’ syariat, mengakibatkan
terjadinya penyempitan makna hijrah. Masuk organisasi tertentu, dibilang
sudah hijrah. Ikut kelompok tertentu, dibilang sudah hijrah. Merubah
penampilan, dibilang sudah hijrah. Apakah hanya sebatas itu saja
indikator hijrah seseorang?
Mari kita bahas dari sebuah sisi yang
paling menarik di kalangan remaja. Cinta. Apa kaitannya dengan hijrah?
Banyak orang yang membatasi makna hijrah sebatas perubahan agar lebih
mudah mendapatkan jodoh yang shalih/shalihah. Kita harus berani mengakui
bahwa itulah yang sedang banyak terjadi hari ini.
Tak heran,
kajian-kajian bertemakan nikah muda lebih banyak digandrungi kawula muda
‘pelaku’ hijrah daripada kajian aqidah, fiqih, akhlaq, dan sebagainya.
Media sosial secara tidak sadar menjadi ajang mempromosikan diri. Unggah
foto selfi, cekrek, lalu disertai caption tausiyah. Lha, hubungannya
apa?
Ditambah lagi dengan munculnya pasangan-pasangan selebgram,
pelaku nikah muda yang istiqamah ‘menginspirasi’ para jomblo dengan
galeri kemesraan mereka. Wah, semakin membuat hijrah ini ingin cepat
berbuah hasil; mendapatkan si dia.
Lalu bagaimana idealnya? Bicara
tentang ideal, kita harus memahami dahulu ideal menurut siapa yang
dimaksud? Tentu saja menurut syariat Allah ‘Azza wa Jalla. Mari kita
simak sabda Rasulullah ﷺ dalam hadits berikut:
“Sesungguhnya
setiap amalan tergantung pada niatnya. Dan setiap orang akan mendapatkan
apa yang ia niatkan. Barangsiapa yang hijrahnya karena Allah dan
Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya. Dan barangsiapa
yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang
ingin dinikahinya, maka hijrahnya kepada apa yang ia niatkan.”(HR.
Bukhari dan Muslim)
Apa maknanya? Jika hijrahmu hanya sebatas agar
segera mendapatkan pasangan yang shalih, wahai ukhti, ketahuilah bahwa
hijrahmu itu sia-sia. Bukan keridhaan Allah sebagai tujuan utamamu. Yang
kau usahakan itu tidak bernilai harganya.
Mari bersihkan niat,
luruskan tekad. Katakan kepada hatimu, “Hijrahku hanya untuk Rabbku”.
Sibukkan diri menuntut ilmu syar’i. Kenali ia sebenar-benarnya dengan
mempelajari tauhid. Asah pengetahuanmu tentang ilmu fiqih. Perlembut
akhlakmu dan percantik adabmu. Bekali diri dengan pengetahuan.
Lalu,
tidak bolehkah ikut kajian pra-nikah? Boleh, bahkan sangat perlu. Hanya
saja, jangan jadikan itu satu-satunya. Sementara yang lain diabaikan
begitu saja. Perkara jodoh, duh ukhti, itu mah bonus dari Allah. Jadi
tidak perlu khawatir. Allah tahu kok kualitas diri kita.
Hijrah atau Sekedar Ganti Casing?
Kalau
hijrah dimaknai sebagai perubahan gaya berpakaian, mari kita bahas dari
sisi ini. Mengubah gaya berpakaian; dari pakaian yang tidak menutup
aurat kepada pakaian taat adalah kemajuan besar. MasyaAllah. Prosesnya
bisa jadi berat bagi sebagian orang.
Sadarkah kita bahwa perubahan
zaman ini luar biasa? Bagaimana tidak? Dahulu, sangat sedikit wanita
muslimah yang berhijab. Di antara mereka banyak yang dicurigai
macam-macam. Hijab adalah barang asing pada waktu itu. Seiring
berjalannya waktu, mulai banyak muslimah yang berhijab. Walaupun cibiran
dan hinaan masih kerap mereka dapatkan. Namun sudah banyak juga orang
yang menerima hijab. Sekarang? Hijab bukan lagi barang baru, bahkan
hampir setiap saat kita temui, kata ‘syar’i’ melekat mendampinginya.
Dapat
kita saksikan betapa banyak toko offline maupun online yang menggelar
lapak berjudul “Hijab Syar’i”. Begitu banyak kita temui mode-mode baru
bermunculan dengan berbagai macam gaya dan beraneka warna. Ya, hijab,
syariat Allah yang mulia ini telah diindustrialisasi.
Ketika
syari’at sudah diindustrialisasi, maka berhijrah akan kehilangan
esensinya. Orang-orang akan lupa tentang kesederhanaan dalam berpakaian,
lupa akan makna hijab yang sebenarnya; menutup, bukan mempercantik. Mau
tidak mau kita harus mengakui, bahwa banyak pelaku hijrah terjerembab
dalam tren berpakaian ini.
Wahai saudariku, para muslimah
shalihah, sudah semestinya kita move on dan membuka pikiran kita. Makna
hijrah tidak sesempit itu. Hijrah adalah bergerak mendekat kepada Allah.
Jadi, apabila pakaian yang selama ini kita anggap sebagai indikator
hijrah itu tidak bisa membuat kita lebih dekat dengan Allah, lalu apanya
yang hijrah?
Apabila pakaian syar’i yang ‘menutup’ itu membuat
kita semakin ingin dilihat, ingin dipuji, atau ingin dikenal di dunia
nyata maupun maya, lalu apanya yang hijrah? Apabila pakaian yang kita
kenakan itu membuat kita tampil lebih cantik dengan mode dan warna
menarik ala zaman now, lalu apanya yang hijrah?
Lupakah kita
dengan perkataan sahabat mulia Mu’adz bin Anas radhiyallahu ‘anhu?
“Barangsiapa yang meninggalkan pakaian (yang bagus) disebabkan tawadhu’
(merendahkan diri) di hadapan Allah, sedangkan ia sebenarnya mampu,
niscaya Allah memanggilnya pada hari kiamat di hadapan segenap makhluk
dan ia disuruh memilih jenis pakaian mana saja yang ia kehendaki untuk
dikenakan.” (HR. At-Tirmidzi dan Ahmad)
Kita harus ingat bahwa
kita hijrah untuk siapa? Kita berpakaian untuk mengharap keridhaan
siapa? Apakah manusia atau Allah? Jawabannya ada di diri kita
masing-masing.
Saudariku, hijrah itu berat, namun istiqamah lebih
berat. Kita harus selalu menjaga kelurusan niat dan kebenaran amal.
Hijrah bukan hanya sekali, namun harus terus kita lakukan sampai kita
mati. Bergerak dari keburukan menuju kebaikan, berpindah dari amalan
yang biasa-biasa saja kepada amalan luar biasa, terus begitu sampai maut
menjelang. Semoga Allah meneguhkan kita di atas agama-Nya. Amin.
Penulis: Astriva N Harahap
Kiblat Muslimah
Blog ini adalah sebuah kolaborasi antara kisah kehidupan. nasihat, juga ilmu pengetahuan islam.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Penerapan Tauhid Dalam Kehidupan.
Tulisan Harian Santri - Pengertian Tauhid Tauhid (Arab : توحيد ) dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhi...
-
--,Didalam ketetapan nya, kita tidak tahu menahu bagaimana di kemudian hari nanti, hanya Allah lah yang tahu. Hati" manusia banyak ters...
-
Ya Allah, Aku mencintainya.. Saat hati mengatakan hal yang sama, begitu pula seluruh jasad ini menyatakan nya dengan bisikan lembut k...
-
Matahari bersinar dengan indah, dalam pengawasan Nya yang maha agung. seperti Perjuangan ini tak akan pernah berhenti dengan sendiri nya,...
No comments:
Post a Comment