Sunday, September 23, 2018

Makna Hijrah

          Tulisan Harian Santri - Hijrah itu sulit ?. kata siapa sulit?. Hijrah dalam Al-Qur'an pun sudah disebutkan dalam Surat An-Nisa ayat 100.

“Barang siapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Barangsiapa yang keluar dari rumahnya dengan maksud berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian kematian menimpanya (sebelum sampai ke tempat yang dituju), maka sungguh telah tetap pahalanya di sisi Allah. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (An-Nisa: 100)

Hijrah yaitu berpindah pada yang buruk kesesuatu yang baik. Hijrah dijalan Allah meninggalkan hal-hal yang berbau dosa dalam diri.

Pengertian Hijrah
 
Para ahli bahasa berbeda pendapat dalam mengartikan kata “hijrah” namun kesemuanya berkesimpulan bahwa hijrah adalah menghindari/menjauhi diri dari sesuatu, baik dengan raga, lisan dan hati. Hijrah dengan raga berarti pindah dari suatu tempat menuju tempat lain. Hijrah dengan lisan berarti menjauhi perkataan kotor dan keji. Sementara hijrah dengan hati berarti menjauhi sesuatu tanpa menampakkan perbuatan.

Makna hijrah menurut Al-Qur’an memiliki beberapa pengertian, dimana kata hijrah disebutkan dalam Al-Qur’an lebih 28 kali di dalam berbagai bentuk dan makna. Adapun makna hijrah itu sendiri seperti yang terkandung dalam ayat-ayat Al-Qur’an adalah sebagai berikut.
  1. Hijrah berarti mencela sesuatu yang benar karena takabur, seperti firman Allah, “Dengan menyombongkan diri terhadap Al-Qur’an itu dan mengucapkan perkataan-perkataan keji” (Al-Mu’minun: 67)
  2. Hijrah berarti pindah dari suatu tempat ke tempat yang lain guna mencari keselamatan diri dan mempertahankan aqidah. Seperti firman Allah, “Barangsiapa yang berhijrah di jalan Allah niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak”. (An-Nisa: 100)
  3. Hijrah berarti pisah ranjang antara suami dan istri, seperti firman Allah, “Dan pisahkanlah mereka dari tempat tidur mereka” (An-Nisa: 34)
  4. Hijrah berarti mengisolir diri, seperti ucapan ayahnya Nabi Ibrahim kepada beliau, “Dan tinggalkanlah aku dalam waktu yang lama”. (Maryam: 46)
Hakikat Hijrah
 
Dari makna hijrah di atas dan melihat perjalanan dakwah Rasulullah saw seperti yang terekam dalam ayat-ayat Al-Qur’an dapat disimpulkan bahwa hakikat hijrah terbagi pada dua bagian, yaitu:
1. Mensucikan diri
Hijrah dalam arti menjauhi kemaksiatan dan menyembah berhala, seperti dalam firman Allah,

 “Dan perbuatan dosa, maka jauhilah” (Muddatstsir: 5) dan firman-Nya,  
“Dan bersabarlah terhadap apa yang mereka ucapkan dan jauhilah mereka dengan cara yang baik.” (Muzammil: 10)

Kedua ayat di atas turun di masa Rasulullah saw memulai dakwah, pada saat itu nabi saw diperintahkan oleh Allah untuk menjauhi diri dari perbuatan keji dan mungkar dan dari mengikuti perbuatan syirik dan dosa seperti yang dilakukan oleh orang musyrik di kota Mekkah saat itu.
Di samping itu Allah juga memerintahkan kepada beliau untuk bersabar terhadap cacian, cercaan, makian, siksaan, intimidasi dan segala bentuk penolakan yang bersifat halus dan kasar, dan berusaha untuk menghindar dari mereka dengan cara yang baik.

Cara ini pula yang diterapkan oleh Rasulullah dalam berdakwah kepada para sahabatnya hingga pada akhirnya beliau berhasil mencetak generasi yang berjiwa bersih, berhati suci, bahkan membentuk generasi yang ideal, bersih dari kemusyrikan, kekufuran dan kemunafikan, kokoh dan tangguh, dan memiliki ikatan ukhuwah islamiyah yang erat. Padahal sebelumnya mereka tidak mengenal Islam bahkan phobi terhadapnya, namun setelah mengenal Islam dan hijrah ke dalamnya, justru menjadi pionir bagi tegaknya ajaran Islam.

Kisah Umar bin Khathab ra, menarik untuk kita simak; beliau di masa awal dakwah sebelum memeluk Islam dikenal dengan julukan “penghulu para pelaku kejahatan”, namun setelah hijrah beliau menjadi pemimpin umat yang disegani, tawadhu dan suka menolong orang miskin, beliau menjadi tonggak bagi tegaknya ajaran Islam.

Begitupun dengan kisah Khalid bin Walid, Abu Sofyan dan sahabat yang lainnya, menjadi bukti konkret akan perjalanan hijrah mereka dari kegelapan, kekufuran dan kemaksiatan menuju cahaya Allah. Karena itu pula Rasulullah saw pernah bersabda, “Sebaik-baik kalian di masa Jahiliyah, sebaik-baik kalian di masa Islam, jika mereka mau memahami”.

Hijrah secara umum artinya meninggalkan segala macam bentuk kemaksiatan dan kemungkaran, baik dalam perasaan (hati), perkataan dan perbuatan.

Hijrah juga merupakan sunnah para nabi sebelum Rasulullah saw diutus, dimana Allah memerintahkan para utusannya untuk melakukan perbaikan diri terlebih dahulu, seperti nabi Ibrahim, di saat beliau mencari kebenaran hakiki dan menemukannya, beliau berkata kepada kaumnya, “Sesungguhnya saya akan pergi menuju Tuhan saya, karena Dialah yang akan memberi hidayah kepada saya”.

Begitu pula dengan kisah nabi Luth saat beliau menyerukan iman kepada kaumnya, walaupun kaumnya mendustakannya, dan bahkan mengecam dan mengancam akan membunuhnya, namun beliau tetap dalam pendiriannya dan berkata, “Sesungguhnya saya telah berhijrah menuju Tuhan saya, sesungguhnya Dialah yang Maha Perkasa dan Bijaksana.” (Al-Ankabut: 26)

Hijrah ini sangatlah berat, karena di samping harus memiliki kesabaran, juga dituntut memiliki ketahanan ideologi dan keyakinan agar tidak mudah terbujuk rayuan dan godaan dari kenikmatan dunia yang fana, dan memiliki ketangguhan diri dan tidak mudah lentur saat mendapatkan cobaan dan siksaan yang setiap saat menghadangnya, berusaha membedakan diri walaupun mereka hidup di tengah-tengah mereka, karena ciri khas seorang muslim sejati “yakhtalitun walaakin yatamayyazun” (bercampur baur namun memiliki ciri khas tersendiri/tidak terkontaminasi).

Adapun urgensi dari hijrah ini sangatlah besar, dimana suatu komunitas tidak akan menjadi baik kalau setiap individu yang ada dalam komunitas tersebut telah rusak. Namun sebaliknya; baiknya suatu komunitas bergantung kepada individu itu sendiri. Karena–dalam rangka membentuk komunitas yang bersih, taat kepada Allah dan syariatNya– pengkondisian sisi internal melalui pembersihan jiwa dan raga dari segala kotoran, baik lahir maupun batin merupakan hal yang sangat mendasar sekali sebelum melakukan perbaikan terhadap sisi eksternal.

Demikianlah hendaknya yang harus kita pahami akan makna dan hakikat hijrah, dimana krisis multidimensi sudah begitu menggejala dalam tubuh umat Islam, dan diperparah dengan terkikisnya norma-norma Islam dalam tubuh mereka; perlu adanya pembenahan diri sedini mungkin, diawali dari diri sendiri, lalu setelah itu anggota keluarga, lingkungan sekitar dan masyarakat luas
.
2. Pindah Dari Suatu Tempat Ke Tempat Yang Lain
Dalam ayat-ayat yang berkenaan tentang hijrah banyak kita temukan bahwa mayoritas dari pengertian hijrah adalah pindah dari suatu tempat ke tempat yang lainnya, ataupun secara spesifik berarti pindah dari suatu tempat yang tidak memberikan jaminan akan perkembangan dan keberlangsungan dakwah Islam serta menjalankan syari’at Islam ke tempat yang memberikan keamanan, ketenangan dan kenyamanan dalam menjalankan syariat Islam tersebut.

Namun, hijrah dalam artian pindah tempat tidak akan berjalan dan terealisir jika hijrah dalam artian yang pertama belum terwujud. Karena bagaimana mungkin seseorang atau kelompok sudi melakukan hijrah (pindah) dengan menempuh perjalanan yang sangat jauh, meninggalkan keluarga, harta dan tempat tinggal ke tempat yang sama sekali belum dikenal, tidak ada sanak famili dan harta menjanjikan di sana kecuali dengan keimanan yang mantap dan keyakinan yang penuh terhadap Allah.

Dengan berhasilnya hijrah yang pertama secara otomatis mereka pun siap melakukan hijrah yang kedua, yang mana tujuannya adalah mempertahankan akidah walaupun taruhannya adalah nyawa. Siap meninggalkan segala apa yang mereka miliki dan cintai, siap berpisah dengan keluarga dan sanak famili, bahkan siap meninggalkan tanah kelahiran mereka.

Salah satu contoh konkret yang dapat dijadikan ibrah adalah hijrahnya Suhaib bin Sinan Ar-Rumi, seorang pemuda yang pada awalnya terkenal dengan lelaki yang ganteng dan rupawan, kaya raya, namun karena akidah yang sudah melekat di hatinya, beliau rela meninggalkan itu semua, karena orang kafir melarang beliau berhijrah jika hartanya ikut dibawa, akhirnya dengan berbekal seadanya beliau pun pergi melaksanakan hijrah, dan ketika Rasulullah saw mendengar kabar tersebut, beliau pun bersabda sambil memuji apa yang dilakukan Suhaib, “beruntunglah Suhaib, beruntunglah Suhaib!!”

Oleh karena beratnya perjalanan hijrah Allah memposisikannya sebagai jihad yang besar dan mensejajarkannya dengan iman yang kokoh. Kita bisa lihat dalam ayat-ayat Al-Qur’an, Allah menyebutkan kedudukan hijrah ini dan ganjaran bagi mereka yang melakukan hijrah.



Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati https://wp.me/p4yVLH-pp
Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati https://wp.me/p4yVLH-pp
Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati https://wp.me/p4yVLH-pp
Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati https://wp.me/p4yVLH-ppv
Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati 
Ujian Orang yang berhijrah. Ketika panggilan hijrah mulai mengetuk hati, kitapun mulai menyambutnya, namun ternyata tidak semudah yang kita bayangkan, terlihat tembok menjulang tinggi yang menghambat langkah kita, apakah yang harus kita berbuat, akankah kita mundur kebelakang, kembali ke masa lalu yang kelam ?. Inilah ujian orang yang berhijrah. Ayuyahal ikhwan wal akhwat rahimakumullah, orang yang meniti jalan hijrah, pasti akan mendapatkan sebuah ujian. Allah Ta’ala berfirman : الم (1) أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لَا يُفْتَنُونَ (2) وَلَقَدْ فَتَنَّا الَّذِينَ مِنْ قَبْلِهِمْ فَلَيَعْلَمَنَّ اللَّهُ الَّذِينَ صَدَقُوا وَلَيَعْلَمَنَّ الْكَاذِبِينَ (3) “ Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi?. Dan sesungguhnya kami telah menguji orang-orang yang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta “. ( Al Ankabut : 2-3 ). Maka ujian tersebut adalah untuk mengetahui kejujuran seseorang dalam berhijrah, apakah ia serius dalam berhijrah, ataukah hanya sekedar ikut – ikutan saja. Ketika seseorang mau mengambil madu , ia harus siap di sengat oleh lebah , begitu pula tatkala kita hendak meraih surga Allah Ta’ala, kita harus siap berjuang untuk melewati ujian kehidupan yang terus bergelombang. Dan ketika cobaan yang menerpa semakin kencang, jalan hijrah terhalang oleh keluarga sendiri, terhambat oleh restu orang tua, apakah yang harus kita perbuat ?. Saudaraku, yang pertama hendaklah kita melihat dengan kaca mata hikmah, ketika hijrah kita terhalang restu orang tua, maka ingatlah itu adalah sebuah peluang untuk mendakwahi dan menasehati mereka, kesempaan untuk mendapatkan pahala besar, dan itulah hakikat berbakti kepada orang tua yang sebenarnya. Berikut ini adalah langkah seseorang yang bisa ditempuh untuk mendaki tembok besar menjulang tinggi, yang jalan hijrahnya terhambat oleh restu orang tua.

Sumber Artikel : Ketika Panggilan Hijrah Mengetuk Hati https://wp.me/p4yVLH-p

No comments:

Post a Comment

Penerapan Tauhid Dalam Kehidupan.

   Tulisan Harian Santri - Pengertian Tauhid Tauhid (Arab : توحيد ) dilihat dari segi Etimologis yaitu berarti ”Keesaan Allah”, mentauhi...